Contoh
Kajian Empiris
Berbagai penelitian memahami tentang dampak perubahan sosial setelah terjadinya perubahan mata pencaharian telah banyak dilakukan oleh peneliti sesudahnya. Untuk menjelaskan dan memahami perubahan yang terjadi pada sektor ekonomi perlu adanya kajian terdahulu sebagai landasan terhadap kondisi dan situasi yang terjadi. Kajian terdahulu diawali dengan meninjau kembali beberapa studi dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berhubungan dengan tesis yang akan penulis lakukan. Penelitian yang dilakukan Basri (2003) melihat tentang perubahan sistem mata pencaharian Orang Bajo Bungen dari pengumpulan makanan menjadi mengolah makanan sekaligus perubahan pola hidup dari nomaden menjadi menetap di laut. Hal tersebut terkait dengan perubahan kepada mata pencaharian masyarakat laut yang tergantung kepada sumber daya laut. Laut dijadikan sebagai sumber pendapatan atau penghasilan masyarakat untuk bisa bertahan hidup. Hasil penelitian memperlihatkan perubahan yang dilakukan oleh masyarakat atau Orang Bajo Bungen berlangsung pada kurun waktu yang lama dengan ritme perubahan yang lambat atau mengalami evolusi. Hal tersebut dimula dengan pencaharian tempat yang cocok untuk ditepati berdasarkan pertimbangan rasional maupun irasional. Orang Bajo Bungen melakukan perdagangan secara diam dengan orang Tinganggen, kemudian mereka membangun rumah dan menetap di Bungen dengan mengadopsi nilai nilai budaya Orang Tinanggeal melalui kebiasaan meniru.
Terjadinya perubahan sistem mata pencaharian Orang Bajo Bungen dari food gathering menjadi food producting disebabkan oleh beberapa faktor atau unsur unsur sebagai mekanisme sosial yang aktual yang dapat mengakibatkan lahirnya perubahan sosial budaya mereka. Faktor atau unsur yang menjadi perubahan tersebut adalah pertama, pertambahan jumlah penduduk, awalnya Orang Bejo Bungen sebagai kelompok band. Seiring dengan perjalanan waktu ternyata mengalami perubahan populasi akibat dari pada perkawinan dalam kelompok mereka sendiri. Sehingga perahu mereka terbatas yang dimiliki dan mereka mengambil alternatif untuk melakukan perubahan mata pencaharian. Kedua, keinginan untuk maju yang dialami dan dipikirkan oleh Orang Bajo Bungen. Hal tersebut berkaitan dengan teori yang diungkapkan oleh Neil Smelser dengan menganut teori fungsional struktural bahwa perubahan yang terjadi ada beberapa unsur yaitu keadaan yang berubah, dorongan untuk berubah dan mobilisasi untuk berubah (Basri, 2003: 177-178). Ketiga, kontak dengan masyarakat luar, berkaitan dengan komunikasi Orang Bajo sering melakukan komunikasi dengan Orang Bungen ketika mereka melakukan penempatan sebagai tempat tinggal. Selain itu, Orang Bajo Bungen melakukan kontak bersama Orang Bugis dan Orang Tolaki dari Tinanggeal. Keempat, perubahan lingkungan geografis menunjukkan perubahan yang berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan geografis dan lingkungan sosial. Dalam proses perubahan terjadilah sikap saling mempengaruhi, pertentangan pendapat bahkan ada nilai nilai yang bertahan dan ada juga yang hilang. Selain itu, hasil penelitian menjelaskan Orang Bajo Bungen tetap tinggal di Bungen dengan mata pencaharian yang strategis dan potensial secara ekonomi. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu letak Bungen yang strategis dan potensial secara ekonomi, membentuk pemukiman berdasarkan kesadaran kolektif dan Orang Bajo telah mengadopsi hasil-hasil teknologi modren. Penelitian lain dilakukan juga oleh Elfitra (2010), tentang perubahan sosial ekonomi di pedesaan yang berkaitan dengan dampak dan implikasi perubahan tatanan dan struktur sosial dengan adanya keberadaan sistem ekonomi perkebunan kelapa sawit. Penelitian tersebut dilakukan pada masyarakat desa di Pasaman yang mengalami perubahan kepada mata pencaharian, yang selama ini tergantung kepada sawit. Sawit merupakan pendapatan atau penghasilan terbesar dalam aktivitas ekonomi masyarakat Pasaman. Oleh sebab itu, mengalami perubahan kepada struktur sosial yang selama ini terbangun dalam kehidupan masyarakat Pasaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan sistem ekonomi perkebunan kelapa sawit memberi dampak terhadap persentase yang mengecil lahan sawah. Selain itu, memunculkan gejala perubahan kepemilikan dan penguasaan tanah kepada pihak luar termasuk penduduk yang bukan petani. Masuknya perkebunan kelapa sawit pada masyarakat pedesaan telah menghasilkan dan meningkatkan pendapatan serta peningkatan terhadap kesejahteraan kehidupan masyarakat. Akan tetapi, keberadaan perkebunan kelapa sawit mengutungkan kepada pihak luar. Oleh sebab itu, terbatasnya area perkebunan kelapa sawit, memberikan dampak nagatif dan mengancam keberlangsungan hidup dari pada masyarakat pedesaan. Selain itu, perubahan sistem ekonomi masyarakat dari pertanian sawah menjadi perkebunan kelapa sawit membawa perubahan terhadap berkurangnya peran dan fungsi pranata tradisional. Sehingga mengakibatkan pergantian peran dan fungsi pranata sosial yang bersifat modren. Hal tersebut menjadi perubahan sejumlah pranata yang ada dalam masyarakat tradisional yaitu pranata ekonomi, pendidikan, keluarga dan keagamaan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masuknya sistem ekonomi perkebunan kelapa sawit di daerah pedesaan dapat mengubah cara-cara berfikir para petani dan penduduk desa menjadi rasional. Tindakan dan perbuatan yang dilakukan sebagian dari masyarakat didasarkan kepada pertimbangan kepentingan dan pilihan rasional terhadap ekonomi. Akan tetapi, masyarakat tersebut tidak mempertimbangkan nilai-nilai moral yang telah berkembang pada masyarakat setempat. Selain itu, perubahan tersebut membawa implikasi terhadap perubahan solidaritas sosial yang bersifat mekanik menjadi solidaritas organik. Chalik (2010) melakukan penelitian juga masalah perubahan sosial, dengan judul perubahan dari berladang ke bersawah dan berkebun. Penelitian tersebut dilakukan pada masyarakat atau Orang Serwai yang mengalami perubahan sistem mata pencaharian yang telah terbangun selama ini. Hasil penelitian tersebut bahwa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat atau Orang Serawai, pada mulanya bercocok tanam yang dilakukan diladang dengan sistem perladangan berpindah. Akan tetapi, mengalami perubahan bahwa bercocok tanam tidak dilakukan di ladang akan tetapi, dilakukan di sawah dan di kebun. Perubahan tersebut, mengakibatkan perubahan tata guna lahan sebagai pertumbuhan penduduk dan adanya lahan yang digunakan untuk hutan lindung, transmigrasi, pertambangan, perkebunan swasta dan perkebunan rakyat serta sawah. Selain itu, akses transportasi dan komunikasi yang semakin terbuka dan menyebabkan terjadinya perubahan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar orang Serawai di daerah pembukitan masih mempraktikkan perladangan. Dimana ditempatkan sebagian tanaman pokok. Sehingga masyarakat melakukan perpindahan tempat tinggal disana. Kopi dan karet ditanam pada bekas ladang setelah tidak ditanami padi sedangkan sawit ditanam di wilayah yang berdekatan dengan jalan. Infrastruktur produksi yang ditemukan terdiri dari 3 bentuk yaitu perladangan, pertanian dan perkebunan (karet dan kopi). Selain itu, perubahan infarstruktur yang sedang terjadi membawa implikasi terhadap perubahan struktur yaitu, perubahan organisasi ekonomi, perubahan lingkungan hidup, perubahan perkawinan, perubahan sistem kekerabatan, perubahan struktur dan perubahan suprastruktur. Perubahan suprastruktur berkaitan dengan perubahan budaya uang. Perubahan sistem kerja, perubahan kebutuhan hidup, perubahan kepercayaan dalam pergaulan, perubahan pembuatan rumah, perubahan ladang, perubahan padi, perubahan peranan adat dan perubahan agama, kepercayaan serta kesenian. Fitlayeni (2009), juga melakukan penelitian tentang perubahan, dengan judul pengaruh perubahan struktur keluarga terhadap penyimpangan harta pustaka tinggi di Minangkabau. Penelitian Fitlayeni lebih melihat perubahan kepada struktur keluarga yang mengalami penyimpangan harta pustaka pada masyarakat Minangkabau. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadinya penyimpangan terhadap harta pusaka tinggi di Minangkabau khususnya di Desa Air Santok Kabupaten Padang Pariaman. Hal tersebut dipengaruhi oleh perubahan struktur keluarga yang disebabkan masuknya agama Islam, budaya merantau, modernisasi dan kapitalisme. Perubahan struktur yang terjadi dalam masyarakat dapat dilihat beberapa perubahan yaitu perubahan kepemimpinan dari mamak pindah ke ayah. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan tanggung jawab dan hubungan antara mamak dan kemenakan yang mulai longgar dan hubungan ayah dan anak semakin kuat. Selain itu, terjadinya perubahan terhadap fungsi dan tanggung jawab dalam keluarga. Perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya penyimpangan harta pusaka tinggi dalam kehidupan masyarakat di Minangkabau khususnya di Desa Air Santok Kabupaten Padang Pariaman. Ini disebabkan adanya perubahan dan pergeseran otoritas mamak dalam mengkontrol dan lemahnya mekanisme kontrol sosial terhadap properti sebagai aturan yang mengatur tindakan dari anggota keluarga. Maka terjadi pelanggaran terhadap aturan adat yang tidak dikawal oleh mamak dan mengakibatkan perubahan struktur keluarga dalam masyarakat Minangkabau. Penelitian lain dilakukan oleh Jonri (2013) tentang dampak pergusuran kantin di sekitar kampus STKIP PGRI Sumbar terhadap kehidupan sosial ekonomi pedagang kantin. Penelitian Jonri lebih menekan kepada dampak sosial ekonomi serta strategi yang digunakan para kantin akibat larangan untuk berdagang sekitar kampus STKIP PGRI Sumbar, untuk mencari nafkah hidup keluarga. Hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa ada beberapa dampak dengan terjadinya perubahan tersebut. Pertama adanya pengurangan atau penurunan pendapatan diantara pedagang dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut mengakibatkan adanya tidak sesuai pengeluaran dengan pendapatan demi kelangsungan hidup. Kedua, timbulnya ketidaknyamanan antara pedagang satu dengan yang lain ketika proses penjualan berlangsung. Ini terkait dengan pendapatan yang mereka peroleh, sehingga rasa ketidakpuasaan menjadi unsur penting dalam kehidupan mereka. Selain itu, hasil penelitian tersebut ada beberapa strategi yang akan mereka gunakan untuk tetap eksis dalam berdagang. Pertama menyediakan fasilitas untuk pembeli. Artinya pedagang kantin membeli barang yang unik dalam penarikan pelanggan. Sehingga barang yang akan ditawarkan kepada pelanggan mempunyai daya tarik terhadap keseleraan konsumen. Kedua, memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli. Artinya bahwa dengan melalui pelayanan yang ramah mengakibatkan adanya daya tarik si pembeli untuk memasuki dan membeli barang yang telah disediakan oleh pihak kantin. Ketiga, menyedikan menu makan yang beragam. Keunikan barang yang ditawarkan kepada konsumen salah satu langkah mereka lakukan demi mencapai tujuan mereka untuk mendapatkan laba yang lebih banyak. Sehingga mereka mencari dan mempelajari menu makan yang lain untuk menimbulkan keseleraan yang baru terhadap penjualan tersebut. Rusmawardi (2007) tentang dampak berdirinya perkebunan kelapa sawit terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat (studi kasus pada Desa Kabuau, Kec. Parenggean Kab. Kotawaringin Timur, Prov. Kalimatan Tengah). Penelitian Rusmawardi melihat kepada kondisi sosial ekonomi dengan berdirinya perkebunan kelapa sawit dalam aktivitas masyarakat pedesaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit membawa perubahan terhadap sosial ekonomi masyarakat setempat. Hal ini terkait adanya peningkatan terhadap kesadaran masyarakat kepada pentingnya pendidikan dan kesehatan. Oleh sebab itu, ada dua dampak dengan adanya kehadiran perkebunan sawit yaitu dampak positif mengurangi pengangguran, menciptakan lapangan kerja, adanya sarana komunikasi, penigkatan pendapatan, terbukannya akses desa satu ke desa yang lain serta menambah pengetahuan tentang bercocok tanam kelapa sawit. Sedangkan dari dampak negatif adanya rasa kerugian masyarakat diantaranya lahan semakin sempit, pencemaran lingkungan dari aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dan pergeseraan budaya lokal masyarakat tersebut. Penelitian lain dilakukan oleh Azwar (2005) tentang implikasi perubahan struktur pemilikan tanah dalam relasi sosial komunitas lokal di wilayah pinggiran kota (Studi di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang). Hal tersebut mengalami perubahan kepada struktur pemilikan tanah pada komunitas lokal wilayah pingiran kota. Penelitian tersebut lebih terfokus melihat relasi sosial pada masyarakat Minangkabau yang telah terbangun baik selama ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum struktur kepemilikan tanah mengalami perubahan, ketika relasi yang terjadi dalam kerabat paruik bersifat simbolis komensalistis dan mutualistis. Pada relasi tersebut ditandai dengan kepentingan pribadi dan diselaraskan dengan kepentingan saudara serta anggota kerabat lainnya. Masing-masing saudara dan anggota kerabat seketurunan saling memerlukan kesediaan untuk bertemu antara saudara dan anggota kerabat yang cukup tinggi dan bersifat spontan. Hal tersebut mengambarkan dari kedua belah pihak sama-sama mendapatkan untung dari hubungan serta tidak ada merasa rugi atas tindakan tersebut. Selain itu, tanah ulayat sebagai entitas dan identitas serta simbol kebersamaan dipegang oleh mamak kepala waris. Melalui status pemegang tanah ulayat mamak kepala waris yang menjalankan perannya mengawasi keberlangsungan relasi sosial yang bersifat simbiosis komensalistis dan mutualistis dalam kelompok kerabatnya. Akan tetapi, sejak keluarnya UUPA No. 5 Tahun 1960 dan kebijakan pemerintahan kota untuk menjadikan kecamatan Kota Tengah sebagai kawasan pengembangan menyebabkan beberapa kawasan di Koto Tengah telah ditetapakan peruntuknya. Kawasan tersebut sebagian besar tanah ulayat, sehingga memberi peluang dan kesempatan kepada anggota kelompok kerabat untuk mensertifikatkan tanah ulayat atau menjualnya. Ini merupakan adanya permintaan yang besar terhadap tanah ulayat untuk pembangunan berupa fasilitas kota dan jumlah anggota kerabat yang semakin banyak maka terjadilah ganggam bauntuak kepada kerabat samande. Akibatnya luas tanah ulayat semakin berkurang atau hilang sama sekali serta banyak anggota kerabat tidak memiliki lahan usaha dan tempat tinggal. Hal tersebut berpengaruh kepada relasi sosial yang bersifat simbiosis komensalistis dan simbiosis mutualistis. Pengaruh yang muncul telah menggeserkan sifat relasi dan menghilangkan ciri-ciri tertentu dari relasi sosial. Dengan demikian, relasi simbiosis parasitisme akan muncul bilamana unsur pengikat tersebut diganggu. Akan tetapi, unsur tersebut terganggu maka seolah-olah mereka tidak mempunyai hubungan kerabat. Relasi tersebut tidak hanya pada tingkat paruik akan tetapi, masuk juga kepada tingkat kerabat mande. Oleh sebab itu, ada beberapa keluarga samande bisa mempertahankan relasi bersifat komensalistis karena unsur pengikat tidak dihandalkan kepada peran mamak dan tanah ulayat. Melainkan kepada ikatan diberikan oleh samande terhadap saudara lainnya. Akan tetapi, mengalami ikatan yang rapuh dalam kehidupan sehari-hari.
Sejumlah penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian di atas, dapat kita simpulkan bahwa mereka mengkaji perubahan mata pencaharian masyarakat yang berkaitan dengan mata pencaharian pertanian serta perubahan pranata yang ada didalam masyarakat tersebut serta dampak perubahan dari segi sosial ekonomi. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan penulis melihat dan menekankan kepada perubahan mata pencaharian masyarakat yang awalnya sebagai pengelolahan hutan menjadi perkebunan karet. Oleh sebab itu, penulis melihat dampak sosial perubahan mata pencaharian penduduk dari mata pencaharian sebagai penebangan hutan ke perkebunan karet, berkaitan dengan perubahan infrastruktur yang memberi dampak terhadap kekuatan perubahan struktur dan suprastruktur. Secara lebih jelas, berikut ini akan dikemukakan rekapitulasi hasil penelitan relevan dalam bentuk matriks.
Sumber : IRWAN. 2015.Dinamika dan Perubahan Sosial pada Komunitas Lokal, Ed.1, Cet. 1. Yogyakarta: Deepublish.